Jumat, 07 Februari 2014

PERLAWANAN ABAD KE-17 DAN KE- 18








Perlawanan pada Abad ke-17
dan Abad ke-18



1) Thomas Matulessy (Pattimura) di Maluku

Rakyat Maluku telah lama mengalami penindasan dari
bangsaPortugis, Spanyol dan Belanda sejak abad ke-16.
Pada tanggal 3 Mei 1817, ratusan
pemuda dari Haria mengadakan pertemuan di dalam hutan yang terletak antara
negeri Tiow dan negeri Paperu. Pertemuan itu memutuskan untuk menyerang dan
menyerbu
Benteng Duurstede di Pantai Saparua yang merupakan lambing
penjajahan Belanda. Pertemuan itu juga memutuskan untuk mengajak seluruh rakyat
Maluku untuk melawan penjajahan Belanda.
Rakyat Maluku bangkit menentang
Belanda pada tanggal 16 Mei 1817di bawah pimpinan Pattimura. Beliau adalah
seorang Kristen yang taat, pandai dan cekatan. Dilahirkan pada tanggal 8 Juni
1783 dengana nama Thomas Matulessy. Ia pernah menjadi tentara Inggris dengan
pangkatsersan mayor. Kemudian ia terkenal dengan sebutan Kapitan Pattimura.
Di dalam pertempuran itu semua penghuni benteng
mati terbunuh.Benteng dihancurkan, bahkan Residen Belanda yang bernama Van denBerg
tewas dalam peristiwa itu.
tersebut. Pasukan Belanda lainnya yang dipimpin
Overste Kemudian Belanda mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Mayor Beetjes.
Begitu pasukan bantuan itu mendarat di Muara Sungai Waisisil,langsung dipukul
mundur oleh Pattimura. Mayor Beetjes tewas dalam
pertempuran Meyer dan Laksamana Buykes juga dapat
dipukul mundur.
Raja-raja kecil di Maluku turut
membantu perjuangan Pattimura, seperti Raja Lha, Nolot, Tuhaja, Itawaku dan
Ihamaku. Selain itu juga Pattimura dibantu oleh Philip Latumahimma dan seorang
putri raja Maluku yang bernama Martha Khristina Tiahahu yang berusia 18 tahun.Belanda
merasa kewalahan dengan perlawanan dari pasukan Pattimura ini. Lalu, Belanda
mengajak Pattimura untuk berunding, namunditolaknya dengan tegas. Belanda semakin
meningkatkan serangannya untuk mendesak Pattimura. Akibatnya beberapa pimpinan
pasukan Pattimura dapat ditangkap. Pattimura juga akhirnya dapat ditangkap,beliau
dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung di depan Benteng Viktoria pada
tanggtal 16 Desember 1817. Penangkapan Pattimura
disebabkan adanya pengkhianatan dari Raja Boi. Ia
menunjukkan tempat pertahanan Pattimura kepada Belanda.Begitu juga dengan Raja
Paulus Tiahahu, ayah Martha KhristinaTiahahu ditembak mati di hadapan  rakyatnya. Martha Khristina Tiahahusendiri
diasingkan ke Pulau Jawa, namun sebelum sampai di Pulau Jawa beliau wafat,
yaitu pada tanggal 2 Januari 1818.
2) Tuanku Imam Bonjol
Tuanku Iman Bonjol adalahpemimpin
Perang Padri tahun 1821-1837. Penyebab timbulnya Perang
Padri adalah adanya pertentangan antara kaum adat
dengan kaum Is-lam (ulama). Kaum adat terdiri atas
raja dan para pengikutnya, sebagian besar masyarakat
Minangkabau dikuasai oleh kaum adat.Perbuatan dan adat kebiasaanpara penghulu
adat sangat ber-tentangan dengan hukum-hukum Islam. Seperti kebiasaan hidup
mewah, berjudi, minum minuman keras dan menyambung
ayam. Sikap hidup yang demikian menimbulkan kerawanan sosial. Di dalam masyarakat,
sering terjadi pencurian, perampokan serta menimbulkan
kegelisahan masyarakat. Akibat yang lebih jauh lagi
adalah membawa kemelaratan terhadap rakyat.
Peranan Tokoh Pejuang dan Masyarakat dalam
Mempersiapkan dan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Pada awal abad ke-19 terjadi perubahan. Pada saat
itu mulai banyak orang Minangkabau yang pergi menunaikan ibadah haji. Selama menunaikan
rukun Islam ke-5 itu. Di tanah suci Arab sedang terjadi gerakan Wahabi, yaitu
gerakan yang menghendaki agar ajaran Islam dilaksanakansecara murni sesuai
dengan Alquran dan  Hadis Rosul.
Sepulangnya dari haji, orang Minangkabau menyebarkan ajaran Wahabi tersebut.
Para pengikutnya disebut Kaum Padri. Kaum Padri menentang kebiasaan dan adat
istiadat yang merusak masyarakat, terutama yang bertentangan dengan ajaran
Islam. Pimpinan kaum Padri adalah Peta Syarif. Beliau dikenal dengan nama Iman
Bonjol atau Tuanku Imam Malim Besar. Beliau dilahirkan pada tahun 1772 diTanjung
Bunga Pasaman, Sumatera Barat. Iman Bonjol mewajibkan pengikutnya memakai
pakaian dan sorban putih. Oleh karena itu, mereka disebut kaum Putih.Perbedaan
antara kedua kaum itu menimbulkan permusuhan yang akhirnya meningkat menjadi
perang saudara. Perang saudara ini menjadi meningkat setelah kekuasaan asing
campur tangan. Belanda memanfaatkan pertentangan yang sedang terjadi di
Minangkabau saat itu. Pada tanggal 10 Februari 1821, Belanda mengadakan
perjanjian antara
kaum adat dengan Gubernur Jenderal Belanda. Atas
dasar perjanjian itulah beberapa daerah dikuasai oleh Belanda. Mereka pun
bersiap-siap untuk menghadapi kaum Padri.
Kaum Padri mengetahui rencana tersebut, mereka
segera membuat benteng yang besar dan luas di daerah Bonjol. Akhirnya, Belanda menyerang
kaum Padri dengan pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Raaf. Pertempuran dasyat
pun tak bisa dihindarkan lagi.Tuanku Imam Bonjol menyambut Belanda dengan
perlawanan yang gigih. Imam Bonjol dibantu oleh sejumlah ulama dan penghulu
yang memihak kepadanya, seperti Tuanku Nan Renceh, Haji Miskin, Haji Piabang
dan Haji Sumanik. Belanda mendirikan benteng di Bukittinggi dan Batusangkar.
Walaupun demikian, Belanda tidak dapat mengalahkan
pasukan kaum Padri. Dalam pertempuran itu, Tuanku
Nan Renceh gugur dan menjadi pahlawan bangsa.
Pada tahun 1825, di Pulau Jawa sedang terjadi
Perang Diponegoro.Belanda menghadapi kesulitan. Mereka harus mengerahkan
kekuatan militernya ke Pulau Jawa. Oleh karena itu, Belanda bermaksud mengadakan
perjanjian damai dengan Imam Bonjol.
Pada tanggal 29 Oktober 1825,
Belanda berhasil mengadakan perjanjian damai dengan kaum Padri yang terkenal
dengan Perjanjian Padang. Isi perjanjian tersebut adalah “Kedua belah pihak
sepakat mengadakan gencatan senjata.” Setelah perjanjian itu, selama 4 tahun
tanah Minangkabauaman, tidak ada peperangan antara kaum Padri dengan Belanda.Ketika
Perang Diponegoro selesai pada tahun 1830, pasukan Belanda dialihkan untuk
menyerang Imam Bonjol. Pada pertengahan tahun 1832,
Belanda mengirimkan pasukannya ke Sumatera Barat.
Benteng Padri yang kuat itu pun berhasil direbut Belanda. Namun, pada tahun
1833 benteng itu dapat direbut kembali oleh pasukan Imam Bonjol dari tangan
Belanda.
Belanda terus berusaha menundukkan Iman Bonjol.
Kini, Belanda menggunakan siasat Benteng. Pasukan Belanda yang dipimpin
Jenderal Michiels. Ketika itu, kaum Padri sudah bersatu dengan kaum adat untuk
bersama-sama melawan Belanda.Walaupun senjata pasukan Belanda lengkap dan
banyak, tetapi mereka baru berhasil menguasai benteng Bonjol pada bulan Oktober
1837.
Imam Bonjol berhasil ditangkap
Belanda pada tanggal 25 Oktober 1837.
Pada tanggal 19 Januari 1839, Tuanku Imam Bonjol
dipindahkan ke Am-bon Maluku. Kemudian pada tahun 1841, dipindahkan ke Manado
di
Sulawesi Utara. Pada tanggal 6 November 1864,
beliau wafat dalam usia92 tahun. Dimakamkan di kampung Pineleng dekat Kota Manado.

1 komentar:

Konterporer2013 mengatakan...

kok cuman segini aja